Senin, 07 Januari 2013

Perbedaan Islam dengan Agama Lain

Setiap agama pasti ada perbedaan dengan agama lainnya. Apa perbedaan agama islam dengan agama lainnya? Jawabannya tentu banyak perbedaannya. Tapi, tentunya ada pembeda yang menjadi inti pembeda antara islam dengan agama lainnya. Apakah itu?


Inti dari ajaran agama, yang pertama tentunya adalah ajaran Ketuhanan, karena hal itu yang menjadi pembeda antara ajaran agama dengan ajaran motivator. Yang kedua adalah ajaran dalam hukum agama, yang sumber hukumnya dari Tuhan dan sebagian sanksi dan rewardnya dihubungkan dengan hal-hal yang masih gaib seperti surga dan neraka, karena hal itu yang menjadi pembeda antara hukum agama dengan hukum positif. Bagaimana islam memandang tentang Ketuhanan dan hukum  (fiqih) ?


Yang pertama, ajaran Islam sangat menjaga kemurnian Tauhid, yaitu ke-esa-an Tuhan. Hingga dalam islam dikenal istilah Sang Khalik (sang pencipta) dan makhluk (semua yang diciptakan oleh sang Khalik). Sang Khalik pasti maha sempurna, maha kuasa, yang qadim, dan lain-lain. Sedangkan makhluk (malaikat, manusia, jin, hewan, dan alam semesta) pasti tidak sempurna. Dalam tanda kutip, makhluk adalah kebalikan dari Khalik. Hanya Sang khalik yang mempunyai kekuatan, dan tidak layak bagi makhluk untuk mengsakralkan makhluk. Untuk menjaga kemurnian Tauhid tersebut, makanya ajaran islam mengenal sifat wajib/mustahil Allah dan asmaul husna. Selain itu untuk menjaga kemurnian tauhid, dalam ajaran islam dikenal istilah Syirik. (Lebih jelasnya baca artikel sebelum ini tentang “Tauhid”)


Syirik adalah dosa paling besar dalam islam, sehingga jika ada masalah khilafiah/perbedaan pendapat tentang suatu perbuatan tertentu termasuk syirik atau tidak, sebaiknya dihindari dan tinggalkan perbuatan tersebut.  Bahkan yang paling menghawatirkan, berbuat riya’ dalam ibadah saja itu sudah termasuk syirik (kecil). Kenapa riya dalam beribadah termasuk syirik? Karena yang berhak diibadahi hanya Allah saja, tidak boleh niat ibadah karena Allah dan si B. Selain riya, sombong juga termasuk syirik (kecil).


“Sesungguhnya yang paling aku khawatirkan menimpa kamu sekalian ialah syirik yang paling kecil. Mereka bertanya: Apakah itu syirik yang paling kecil ya Rasulullah? Beliau menjawab: Riya! Allah berfirman pada hari kiyamat, ketika memberikan pahala terhadap manusia sesuai perbuatan-perbuatannya: Pergilah kamu sekalian kepada orang-orang yang kamu pamerkan perilaku amal kamu di dunia. Maka nantikanlah apakah kamu menerima balasan dari mereka itu." (HR Ahmad)


“Wahai sekalian manusia, jauhilah dosa syirik, karena syirik itu lebih samar daripada rayapan seekor semut.’ Lalu ada orang yang bertanya, ‘Wahai Rasulullah, bagaimana kami dapat menjauhi dosa syirik, sementara ia lebih samar daripada rayapan seekor semut?’ Rasulullah berkata, ‘Ucapkanlah Allahumma inni a’udzubika an usyrika bika wa ana a’lam wa astaghfiruka lima laa a’lam (‘Ya Allah, aku berlindung kepada-Mu dari perbuatan syirik yang aku sadari. Dan aku memohon ampun kepada-Mu atas dosa-dosa yang tidak aku ketahui).” (HR Ahmad)


“Kemuliaan adalah pakaian Allah. Kesombongan (kebesaran) adalah selendang Allah. Allah berfirman: “Barangsiapa yang menyamaiKu, maka Aku akan menyiksanya.” (HR Bukhari dan Muslim)


“Tidak akan masuk surga orang yang di dalam hatinya terdapat kesombongan, sekalipun hanya sebesar biji sawi. Seorang lelaki berkata: “Wahai Rasulullah, ada seorang lelaki yang menyukai pakaian yang bagus dan sandal yang bagus (bagaimana orang itu?).” Rasulullah bersabda: “Sesungguhnya Allah itu `maha indah dan Allah menyukai keindahan. Sombong adalah menolak kebenaran dan menyepelekan manusia.” (HR Muslim)


“Andai kalian tidak berdosa sekalipun maka aku takut kalian ditimpa dengan perkara yang lebih besar darinya yaitu ujub.” (HR Al-Baihaqi)


Yang kedua adalah tentang hukum islam, yaitu persamaan derajat manusia. Tidak ada kemuliaan di hadapan Allah yang bersifat warisan, semua orang sama derajatnya, karena semua makhluk adalah ciptaan Sang Khalik yang maha esa, Allah tidak beranak, diperanak, berkerabat, dan bersaudara. Entah manusia keturunan Nabi, Raja, maupun keturunan pelacur yang ayahnya tidak jelas sekalipun. Semua sama derajatnya. Bahkan Nabi pun cuma makhluk lemah dan tidak luput dari salah (shidiq dan maksum bagi Nabi bukan berarti Nabi tidak pernah salah, karena hanya Sang Khalik yang maha benar. Tapi meski demikian Nabi dijaga oleh Allah dari kesalahan fatal karena untuk panutan ummat). Hanya tingkat ketakwaan kepada Allah yang membedakan kemulian seseorang. 


Dalam derajat kemuliaan, islam tidak membedakan keturunan/nasab, ras, dan suku. Makanya, tokoh agama islam yang sesuai syar’i disebut Ulama (orang yang berilmu). Bukan kyai, gus atau habib, tapi Ulama. Siapapun asal berilmu maka layak disebut Ulama dan menjadi tokoh/imam dalam islam. Dalam hukum shalat juga demikian, yang paling tinggi ilmunya adalah orang yang harus dijadikan imam dalam jamaahnya. Hal Itu menunjukkan bahwa ajaran islam adalah ajaran yang sangat anti feodalisme. (pertimbangan Nasab hanya untuk memilih calon suami/istri, karena hal itu ada kaitannya dengan perkara medis dan keturunan (secara biologis) bagi pasangan yang menikah).


“Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling taqwa di antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.” (QS. Al Hujurat: 13)


“Apabila sangkala ditiup maka tidaklah ada lagi pertalian nasab di antara mereka pada hari itu dan tidak ada pula mereka saling bertanya.” (QS Al-Mukminun 101)


“Tatkala Allah menurunkan ayat “Dan berilah peringatan kepada kerabat-kerabatmu yang terdekat!” (QS. Asy Syuara’:214), Rasulullah SAW pun berdiri dan berseru, “Wahai kaum quraisy –atau perkataan yang mirip ini-, selamatkanlah jiwa kalian! Sesungguhnya aku tidak bisa menolong kalian dari ancaman Allah. Wahai bani abdul manaf, aku sama sekali tidak bisa menolong kalian dari ancaman Allah. Wahai Abbas bin Abdilmuthalib, aku tidak bisa menolongmu dari ancaman Allah. Wahai Sofiah bibinya Rasulullah, aku sama sekali tidak bisa menolongmu dari ancaman Allah. Wahai Fatimah putri Muhammad, mintalah kepadaku apa yang engkau kehendaki dari hartaku, aku sama sekali tidak bisa menolongmu dari ancaman Allah.” (HR Bukhari)


Seorang muslim harus menempatkan Sang Khalik sebagai Sang Khalik dan Makhluk sebagai Makhluk. Jika seseorang masih mengsakralkan makhluk maka masih bermasalah ketauhidannya. Jika seseorang masih takut kepada makhluk, maka masih bermasalah ketauhidannya. Jika seseorang masih takut apabila misalnya dikalungin celurit oleh perampok dilehernya, maka masih bermasalah dengan ketauhidannya walaupun hal demikian manusiawi. Jika seseorang masih takut dengan mitos dan takhayul (hantu misalnya) maka masih bermasalah dengan ketauhidannya. Selain para Nabi, ketauhidan yang paling murni dimiliki para wali. Perilaku wali-wali Allah jauh dari sifat riya’. Dan juga, para wali Allah tidak pernah merasa takut (selain kepada Allah).


“Ingatlah; sesungguhnya para wali Allah, mereka tidak merasa takut dan tidak pula merasa bersedih hati. Yaitu orang-orang yang beriman lagi bertaqwa.” (QS. Yunus: 62-63)


“Riya yang sedikit adalah syirik. Barangsiapa yang memusuhi wali-wali Allah, maka ia telah memerangi Allah secara terang-terangan. Sesungguhnya Allah SWT mencintai orang-orang yang berbuat baik yang bersih hatinya dan tersembunyi. Jika mereka tidak ada, maka mereka tidak dicari, jika mereka hadir, maka mereka tidak dikenal. Hati mereka merupakan pelita-pelita petunjuk , yang mengeluarkan mereka dari problem dan balak yang membingungkan.” (HR Ibnu Majjah, Baihaqi, dan Al-Hakim)


Jadi, jika seorang muslim sudah tidak memurnikan tauhid lagi dan menganggap enteng perkara-perkara yang bisa menjerumuskan ke dalam kesyirikan, maka sudah bertolak belakang dari inti ajaran islam. Jadi, jika seorang muslim masih mengagungkan keturunan/nasab, ras, dan suku, maka sudah bertolak belakang dari inti ajaran islam.


Wallahua’lam.

2 komentar:

  1. wah berarti sebutan habib nggak sesuai dengan ajaran islam ya... sebutan habib telah merusak inti ajaran islam akan persamaan manusia...

    BalasHapus
  2. bukanna mengagungkan tpi bersikap lebih tawadu, dikit ma anak cucu rosulullah yang orang2 bilang habaib moga2 di yaumul akhr dapet syafaat dam pertlnganna

    BalasHapus